14 Jun 2011

Rangkuman Penyebaran agama Islam di Indonesia

Berbeda dengan ekspansi militer Islam pada awal kemunculannya, penyebaran agama Islam di Indonesia berlangsung relatif secara damai oleh para saudagar dan para sufi. Perluasan Islam di Indonesia memang juga diwarnai konflik politik dan militer, terutama setelah Islam berhasil mendirikan pusat-pusat kekuasaan (kesultanan Islam) di beberapa tempat. Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-17, Kerajaan Gowa memerangi kerajaan-kerajaan lainnya untuk memaksa mereka menerima agama Islam. Konflik dengan kekuasaan Hindu di Jawa masih berlangsung dalam bentuk penindasan para ulama Islam di Jawa pada raja-raja Mataram, misalnya Amangkurat II pada abad ke-18.
Datangnya bangsa-bangsa Barat ke Indonesia pada abad ke-16 mengerem kemajuan kekuasaan Islam yang baru mulai berkembang. Perjumpaan dengan kaum penjajah ini mengembangkan militansi politik Islam dalam bentuk perlawanan-perlawanan bersenjata terhadap penjajah dengan memakai simbol-simbol Islam, baik dalam skala kecil perlawanan lokal di desa-desa, maupun dalam bentuk mobilisasi perang oleh beberapa pemimpin kharismatik seperti dalam Perang Jawa, Perang Paderi, dan Perang Aceh pada abad ke-19 lalu.
Menghadapi perlawanan umat Islam dan khususnya demi menegakkan keamanan dan ketertiban masyarakat jajahan, pemerintah kolonial Belanda berusaha melakukan depolitisasi terhadap Islam. Sesuai petunjuk dari C. Snouck Hurgronje, pemerintah mendukung pengembangan Islam di bidang keagamaan, tetapi mencegahnya untuk berperan dalam bidang politik. Namun, berbagai faktor justru memungkinkan agama Islam – melalui Sarekat Islam – menjadi panji perjuangan politik-ideologis rakyat Indonesia. Dalam pergerakan nasional, Islam didepolitisasi oleh pemerintah kolonial, tetapi dipolitisasi oleh rakyat jajahan. [Cukup menarik pengamatan Rusli Karim, membandingkan perlakuan pemerintah kolonial Belanda dan pemerintah Orde Baru terhadap Islam: "Dalam era kemerdekaan, terutama sepanjang Orde Baru, agama ditempatkan dalam kedudukan yang agak mirip dengan apa yang dilakukan kaum kolonial. Agama "diperalat" untuk kepentingan politik yang bentuk konkretnya lebih banyak bersifat pemberi legitimasi untuk kepentingan rezim. Bedanya, mungkin pada upaya mengaktifkan agama. Pada masa Orde Baru, pemerintah memberikan kemudahan bagi umat beragama, tetapi tetap diembel-embeli dengan kepentingan politik agar umat beragama menjadi pendukung setia setiap kebijakan pemerintah."]
Dalam perkembangan itu, “dukungan” pemerintah kolonial terhadap gereja dan Zending di Indonesia – di samping fakta bahwa orang Belanda yang penjajah itu beragama Kristen – memperkuat permusuhan antara penganut kedua agama yang berbeda. Sementara itu, pihak Kristen pada masa pergerakan cemas terhadap gagasan-gagasan ideologi negara Islam, yang antara lain disuarakan Moh. Natsir dalam polemiknya dengan Soekarno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar